KONSEP AGROSILVOFISHERY UNTUK PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT

Ringkasan

PERLINDUNGAN dan pengelolaan ekosistem gambut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 71/2014 yang direvisi menjadi PP 57/2016. PP tersebut menandai babak baru pengelolaan ekosistem gambut berbasis Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) untuk melindungi ekosistem gambut yang rapuh dan mudah rusak. Pengelolaan berbasis KHG sebenarnya bukan hal baru karena gagasan pengelolaan gambut yang menempatkan  kubah (dome) gambut dan gambut sangat dalam (>3 m) sebagai fungsi lindung telah muncul pada era 1990-an. Konsep KHG lahir berdasarkan pengalaman panjang konversi gambut untuk lahan pertanian di Sumatera yang terbukti bahwa konversi yang diikuti oleh drainase masif tidak dapat menyelamatkan gambut dari kepunahan. Kerawanan kebakaran juga meningkat pada gambut yang telah dikonversi dan didrainase seperti yang terjadi pada bencana kebakaran tahun 2015.

Banyak pengalaman dan pembelajaran dalam pengelolaan lahan gambut yang dapat dipetik dari masa lalu. Tantangan saat ini adalah bagaimana agar aktivitas budidaya pada lahan gambut dapat memberikan dua manfaat sekaligus, ekologi dan ekonomi. Budidaya skala besar seperti hutan tanaman dan perkebunan perlu menyeting ulang (resetting) aktivitas pengelolaannya mengikuti regulasi yang baru untuk mencegah dan meminimalkan bencana lingkungan di masa mendatang, sekaligus untuk menjamin kelestarian usaha dalam jangka panjang. Budidaya skala kecil yang dilakukan oleh masyarakat juga perlu mengadopsi pola-pola budidaya yang lebih ramah gambut untuk menggantikan pola pemanfaatan yang ekstraktif dari sumber daya alami gambut.

Pola budidaya terpadu yang ramah gambut dapat disintesis melalui pendekatan integrasi beragam sumber daya. Sumber daya yang dijumpai pada ekosistem gambut dapat dibagi dalam 3 kelompok utama, yaitu sumber daya lahan, sumber daya hutan dan sumber daya perairan. Apabila ketiga sumber daya tersebut diintegrasikan maka akan dapat diperoleh pola pemanfaatan lahan terpadu untuk budidaya pertanian, kehutanan dan perikanan (Agrosilvofishery = Wana-Mina-Tani).

Agrosilvofishery adalah sistem usaha tani atau penggunaan lahan yang mengintegrasikan potensi sumber daya dan budidaya pertanian, kehutanan dan perikanan dalam satu hamparan lahan. Manfaat ekologi dan ekonomi yang diperoleh dari penerapan pola tersebut adalah pemanfaatan lahan lebih ramah lingkungan karena tidak merubah ekosistem rawa gambut secara radikal dan tetap mempertahankan sumber daya awal, efisiensi pemanfaatan lahan, serta diversifikasi komoditas dan pendapatan. Dampak yang diharapkan dari penerapan pola tersebut adalah terbentuknya pola pemanfaatan lahan rawa gambut menetap yang efisien, intensif dan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.

Pola agrosilvofishery dapat diterapkan secara intensif atau semi intensif tergantung dari lokasi, luas lahan dan tujuan pengembangannya. Pola agrosilvofishery intensif dapat dikembangkan pada lahan rawa yang dekat dengan pasar atau pusat pelayanan dan pemukiman, luas lahan 0,25 sampai 0,5 hektar per kepala keluarga (KK). Pola agrosilvofishery semi intensif dapat dikembangkan pada lahan rawa yang belum berkembang (desa-desa hutan), luas lahan 1 sampai 2 hektar per KK. Pemilihan jenis komoditas pertanian, kehutanan dan perikanan yang akan dikembangkan dalam pola agrosilvofishery harus didasarkan pada kesesuaian lahan dan pasar.

Budidaya terpadu ramah gambut berbasis agrosilvofishery sangat sejalan dengan pendekatan 3R (Rewetting, Revegetasi dan Revitalisasi) restorasi gambut yang dilaksanakan oleh Badan Restorasi Gambut (BRG). Integrasi ketiga pendekatan tersebut dalam satu hamparan lahan gambut merupakan kebutuhan sekaligus tantangan dalam merestorasi lahan gambut terdegradasi. 

Kegiatan restorasi gambut dapat ditempuh melalui beragam integrasi pendekatan. Minimal dalam satu hamparan lahan dapat dilakukan satu pendekatan (1R), yaitu rewettingrevegetasi atau revitalisasi saja. Restorasi gambut dapat juga mengintegrasikan pendekatan 2R, yaitu rewetting dan revegetasi, rewetting dan revitalisasi, atau revegetasi dan revitalisasi. Restorasi gambut yang paling lengkap adalah jika dalam satu hamparan lahan dapat diintegrasikan 3 pendekatan sekaligus, yaitu rewetting, revegetasi dan revitalisasi (3R). Setiap integrasi pendekatan baik 1R, 2R maupun 3R dapat diterapkan pada satu hamparan lahan sesuai fungsinya, di zona lindung atau zona budidaya pada satu KHG (Kesatuan Hidrologis Gambut).

Integrasi pendekatan restorasi 3R dan budidaya terpadu berbasis agrosilvofishery merupakan model yang lengkap dan ideal untuk restorasi gambut terintegrasi. Pola agrosilvofishery sangat sesuai untuk program revitalisasi restorasi gambut. Dalam banyak lokasi, model tersebut lebih sesuai dan dibutuhkan untuk pemanfaatan lahan gambut skala rumah tangga oleh masyarakat yang tinggal di sekitar lahan gambut. Luas lahan yang dibutuhkan juga relatif tidak perlu luas berkisar antara 1 – 2 hektar per KK sehingga akan mendukung pola pemanfaatan lahan yang lebih efektif dan efisien untuk peningkatan pendapatan dan pencegahan kebakaran.

Pada pola agrosilvofishery terdapat tiga komponen utama, yaitu: pematang, kolam/parit dan lahan usaha. Ketiga komponen ini harus dipenuhi sebagai syarat untuk integrasi budidaya pertanian, kehutanan dan perikanan dalam satu hamparan lahan dengan desain umum sebagai berikut:

Budidaya terpadu berbasis agrosilvofishery telah dikembangkan oleh Balai Litbang LHK Palembang sejak tahun 2002. Pengembangannya dilakukan dalam bentuk demonstrasi plot pada lahan rawa gambut yang tidak produktif dan terlantar di beberapa wilayah di Sumatera Selatan.

 
 
 
 


Agrosilvofishery Metode Jitu Pulihkan Ekosistem Gambut Terdegradasi







Kesiapan Pemerintah Daerah Provinsi Riau dan Sumatera Selatan dalam Pelaksanaan Kebijakan Restorasi Gambut

PELAKSANAAN KEBIJAKAN MORATORIUM PEMBUKAAN HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT: STUDI DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DAN PROVINSI SULAWESI TENGAH

Menjaga Hutan Kita: Pro-Kontra Kebijakan Moratorium Hutan Dan Gambut

Hak Cipta © 2020
Bidang Sistem Informasi dan Infrastruktur Teknologi Informasi - Pusat Teknologi Informasi - Sekretariat Jenderal DPR RI | Design by W3layouts